I.    SEJARAH BERDIRINYA GKJW WARU
      Kerinduan bersekutu, beribadah di rumah ibadah sendiri bagi warga Kristen  di daerah Waru dan sekitarnya dimulai dengan berbagai usaha sejak tahun 1964 yang dimotori oleh beberapa warga Kristen. Dengan pertolongan Tuhan melalui Karya Roh Kudus, maka ibadah keluarga untuk pertama kali dapat dilakukan di rumah Bapak Widono Suranto pada tanggal 20 Pebruari 1966 yang dipimpin oleh Bapak Pendeta RWK Adisusilo. Dalam pelayanan ibadah belum sepenuhnya menggunakan tata ibadah dari GKJW karena warga Kristen Waru dan sekitarnya berasal dari denominasi gereja yang berbeda-beda.
Salah satu warga Kristen, yaitu Bapak T.Rakim mempersembahkan sebagian ruang rumahnya sebagai tempat ibadah dan selanjutnya tempat tersebut pada tanggal 27 Maret 1966 diresmikan sebagai tempat ibadah sementara melalui pelayanan ibadah yang dipimpin oleh Bapak Pendeta Sukrisno, S.Th. Pelaksanaan ibadah terus berlangsung dengan baik dan dapat diterima oleh lingkungan sekitar, terbukti masyarakat desa melalui Bapak Kepala Desa Waru saat itu yaitu Bapak Kerto Akhmad mengabulkan permohonan tanah untuk makam warga Kristen tepatnya pada tanggal 27 April 1966. Dengan melihat perkembangan yang baik tersebut, maka Majelis GKJW Jemaat Surabaya ( Gubeng ) memutuskan dan menetapkan secara resmi berdirinya Kelompok Waru terhitung sejak tanggal 21 Agustus 1966. Dengan demikian Kelompok Waru mendapat pelayanan Sakramen Kudus. 
Dengan pertolongan Tuhan, maka pendekatan kepada masyarakat sekitar meyakinkan akan kesungguhan warga Kristen untuk memiliki tempat ibadah permanen yaitu gedung Gereja. Usaha tersebut membuahkan hasil dengan mendapatkannya tanah bekas perumahan pabrik gula di Jl. S. Parman 37 Waru ( gedung Gereja sekarang ) dengan didukung surat Resmi yang dikeluarkan Kepala Desa Waru saat itu.
Untuk segera terwujudnya sebuah gedung gereja, maka dibentuknya Panitia Pembangunan pada tanggal 12 Maret 1967 yang diketuai oleh Bapak Glendeh Sastrowidarso. Sementara usaha untuk segera membangun gedung Gereja terus berlangsung, kegiatan gereja warga Kristen di kelompok Waru terus mengalami pertumbuhan, sehingga pada tanggal 9 April 1967 diselenggarakan ibadah pendewasaan Kelompok Waru menjadi Pepanthan yang dipimpin oleh Bapak Pendeta RWK Adisusilo sebagai Ketua Majelis GKJW Jemaat Surabaya.
Peletakan batu pertama pembangunan gedung gereja dilaksanakan pada tanggal 31 Maret 1968 oleh Bapak Glendeh Sastrowidarso. Sekitar satu tahun proses pembangunan tersebut berlangsung dan tepatnya pada tanggal 10 Agustus 1969 dilakukan peresmian pemakaian gedung gereja oleh Bapak Bupati KDH Tingkat II Sidoarja yaitu Bapak Drs. Sudarsono yang hadir bersama Ibu Bupati dengan disaksikan para pejabat pemerintahan dan dihadiri juga beberapa anggota Pelayan Harian Majelis Agung dan Majelis Daerah serta warga Pepanthan Waru dengan pelaksanaan pelayanan ibadah yang dipimpin oleh Bapak Pendeta RWK Adisusilo.
Berdasarkan Keputusan Sidang Majelis Agung ke 64 yang berlangsung pada tanggal 5 – 10 Juni 1978, diantaranya memutuskan bahwa usulan pendewasaan Pepathan Waru menjadi Jemaat dapat disetujui. Disamping itu pada tanggal 5 Agustus 1978 ditempatkannya Pendeta Drs. Rayung Mawa Budhy Tamsir di Pepanthan Waru, yang sebelumnya beliau adalah vikar yang juga melayani di Pepanthan Waru.
Setelah melalui pergumulan dan doa serta keterlibatan yang sungguh-sungguh warga Pepanthan Waru dalam kegiatan gerejawi yang dibina langsung oleh Bapak Pendeta Drs. Rayung Mawa Budhy Tamsir, maka pada tanggal 17 September 1978 Pepanthan Waru secara resmi didewasakan menjadi Jemaat Waru dan Bapak Pendeta Drs. Rayung Mawa Budhy Tamsir dilantik menjadi Pendeta Jemaat Waru dan sekaligus menjadi Ketua GKJW Jemaat Waru.
II.  VISI DAN MISI
     Berdasarkan Tata dan Pranata GKJW ( hasil revisi ) Bab II Pasal 5 bahwa visi GKJW dituliskan sebagai berikut :
 
“Menjadi rekan kerja Tuhan dalam mewujudkan tanda-tanda kehadiran kerajaan Allah bagi dunia” .
 
Dimaksudkan bahwa GKJW sebagai bagian dari umat yang dipanggilnya-Nya, menjawab bersedia keluar menuju di dalam terang. GKJW menyediakan diri menjadi kawan kerja Allah untuk terus memanggil dan membimbing dunia semakin hidup di dalam terang-Nya yang ajaib. Rekan kerja Tuhan adalah orang-orang yang dipanggil oleh Tuhan dalam sebuah persekutuan yaitu gereja yang kudus dan am sebagai umat pilihan-Nya. Sedangkan yang dimaksud dengan tanda-tanda kehadiran Kerajaan Allah adalah di mana Allah menjadi semua di dalam semua; tidak akan ada lagi maut, perkabungan, tangisan atau kesakitan. 
Berdasarkan Tata dan Pranata GKJW ( hasil revisi ) Bab II Pasal 6 bahwa misi GKJW dituliskan sebagai berikut : Misi Greja Kristen Jawi Wetan adalah :
1. Dengan bimbingan Roh Kudus, mewujudkan Greja Kristen Yang Esa, Kudus, dan Am
2. Dengan bimbingan Roh Kudus , mewujudkan Greja Kristen Jawi Wetan sebagai gereja gerakan warga dan patunggilan kang nyawiji dalam lingkup pelayanan       Majelis Jemaat, Majelis Daerah dan Majelis Agung
3. Dengan bimbingan Roh Kudus , Greja Kristen Jawi Wetan memberlakukan kasih, kebenaran, keadilan, damai sejahtera serta keutuhan ciptaan bagi          
    masyarakat, bangsa dan negara dengan melaksanakan kegiatan pelayanan di bidang Teologi, Persekutuan, Kesaksian, Pelayanan Cinta Kasih, dan      
    Penatalayanan.
Dimaksudkan bahwa warga gereja yang berada di seluruh GKJW tidak bergerak sendiri dan terpisah satu sama lain tetapi terikat dalam satu kesatuan organisme yang hidup demi menjadi rahmat bagi dunia yang sudah seharusnya didukung dalam upaya meningkatkan kemandirian (teologi, daya dan dana) . GKJW sebagai gereja gerakan warga dimaksudkan bahwa kegiatan bergereja seperti kesaksian / penginjilan dilakukan oleh warga sebagai ujung tombak pelaksanaan kegiatan. Dan dengan patunggilan kang nyawiji maka Jemaat-jemaat yang tersebar se GKJW tidak dapat terpisahkan satu sama lain untuk saling mengikat, saling menopang, saling memperhatikan, saling menolong dan saling melengkapi dalam satu persekutuan yang merupakan dari satu tubuh Kristus.
III.  KONDISI UMUM JEMAAT SEKARANG
    GKJW WARU, adalah bagian dari Greja Kristen Jawi Wetan, gereja yang terletak di bagian Utara kota Sidoarjo Kecamatan Waru, berbatasan dengan Surabaya Selatan, merupakan tempat strategis pelayanan menuju Jemaat Metropolis, namun sekaligus merupakan tantangan yang besar bila dilihat dari sudut sosial-ekonomis. Permasalahannya di satu sisi pola kehidupan kota mestinya menuntut pola atau system efisiensi dan efektifitas. Sementra akar historis pembentukan kota-kota di Indonesia, berangkat dari arus perpindahan penduduk dari desa ke kota daripada sebaliknya (kota-kota di negeri Barat). Maka kepadatan penduduk dengan fasilitas hidup adalah model kota, tetapi kultur yang menjiwai masih pengaruh budaya desa. Bilamana diamati secara sepintas, komposisi warga kebanyakan adalah warga kelas menengah ke bawah.
a.    Data Jemaat
      Sesuai database warga berdasarkan sensus pada Bulan Juli 2010 data Jemaat Waru berjumlah 616 KK (Kepala Keluarga), Jumlah warga sebanyak 2.120 Jiwa yang terdiri dari 1.733 Warga Dewasa dan 387 Warga Anak yang terbagi dalam dua belas Wilayah dengan jumlah data warga sebagai berikut :
b.    Kondisi Sosial Masyarakat
       Apabila di lihat dari lokasi Jemaat Waru yang berada di daerah pemukiman penyangga Kota Surabaya, maka dapat di prediksi bahwa Jemaat Waru akan terus berkembang, seiring perkembangan Kota Surabaya sebagai Pusat Perdagangan dan Industri di Jawa Timur dan bahkan Indonesia Timur, pemukiman penduduk dengan Strata Kelas Menengah-Atas akan terus bertambah. Pemukiman-pemukiman akan terus bertumbuh dan tentunya akan banyak migrasi penduduk usia produktif yang akan bekerja di daerah Industri dan Perdaganagan di Rungkut, Waru dan Surabaya. Masyarakat Sidoarjo bersifat Majemuk dan Pluralis, dimana semua Tempat Ibadah ada di Kabupaten ini dan Semua agama bebas menjalankan Ibadahnya. Mayoritas Penduduk Sidoarjo adalah beragama Islam. Tradisi Pluralis menjadi inti keagamaan Masyarakat Sidoarjo seperti halnya masyarakat Jawa Timur pada umumnya, karena pengaruh Budaya Hindu dan Jawa yang mengakar kuat dalam masyarakat. Meskipun juga masih adanya tindakan intoleran Mayoritas komunikasi antar masyarakat menggunakan Bahasa Indonesia dan Jawa.
c.   Sosial Ekonomi
      Secara sepintas mayoritas pekerjaan masyarakat Sidoarjo adalah Pegawai (Negeri, Swasta) dengan berbagai Profesi dan di ikuti dengan Wirausaha. Indikasinya dapat dilihat pada pergerakan manusia saat pagi hari yang begitu padat sepanjang jalan raya yang menghubungkan Sidoarjo dan Surabaya. Pekerjaan sebagai Non Petani dan Nelayan menjadi Mayoritas penduduk Sidoarjo. Mayoritas penduduk berkomunikasi melalui Handphone & Internet yang cenderung menggunkan teknologi informasi canggih dan terkini. Kendaraan bermotor hampir di miliki oleh mayoritas rumah tangga di Kabupaten Sidoarjo. Keberadaan Supermarket besar (Giant, Hypermark, Lotte Mark) dan Pertokoan besar ada di Kota Sidoarjo dan Supermarket Retail (Alfamart dan Indomart) ada di kawasan Perumahan – perumahan. Rumah Makan Franchise Nasional juga ada (Pizza Hut, Mc.Donald, KFC, Dapur Desa). Bandara Nasional ada di Kabupaten Sidoarjo, demikian juga Terminal Bis Antar Propinsi juga ada di Kabupaten Sidoarjo.
d.     Kondisi Masyarakat Kristen
       Masyarakat Kristen di Sidoarjo, terdiri dari banyak Aliran Gereja; Katolik Roma, Protestan (GKJW, GPIB, GKI, GKT, HKBP), Pentakostalik (GBI, GPPS, GPDI), Baptis dan Injili (GKT, GKKA), Adventis dan Orthodox (Minoritas). Khusus untuk GKJW ada beberapa di Sidoarjo yaitu : Waru, Kepuh Permai, Sidoarjo, Mlaten, Gempol dan Luwung. Persekutuan Doa Oikumene cukup banyak terutama di Perusahaan – perusahaan, sekolah-sekolah dan Perumahan-perumahan.